Utrecht mengatakan hukum
merupakan kumpulan peraturan (berupa perintah dan larangan) yang mengatur tata
tertib dalam masyarakat dan harus ditaati oleh anggota masyarakat tersebut.
Oleh karena itu, maka pelanggaran terhadap petunjuk hidup di dalam hukum
tersebut dapat menimbulkan adanya tindakan dari pemerintah.
Sementara Wiryono Kusumo mengatakan definisi hukum adalah keseluruhan
peraturan yang tertulis maupun yang tak tertulis yang mana mengatur mengenai
tata tertib di dalam masyarakat dan pelanggarnya bisa dikenakan sanksi. Bagi
Wiryono Kusumo, tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan
ketertiban di dalam masyarakat.
Pelanggaran hukum dapat terjadi dari
eksternal maupun internal dari diri pelanggar. faktor eksternal merupakan
faktor-fakor diluar diri pelanggar seperti faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan seseorang melakukan tindak pelanggaran hukum. Sedangkan faktor internal
merupakan faktor yang ada di dalam diri pelanggar. Salah satu faktor
internalnya yaitu adanya etika . Etika (Yunani Kuno: "ethikos",
berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral..Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian
filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan
unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi
itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain. Tetapi pelanggaran etika dalam kehidupan
manusia diantaranya dipengruhi oleh beberapa faktor yaitu : tidak adanya
pedoman dalam hidup, perilaku kebiasaan individu, adanya kebutuhan
masing-masing individu, dan dari sebuah lingkungan yang tidak etis.
Oleh karena itu pelanggaran hukum
dapat terjadi karena adanya pelanggaran etika. Salah satu kasus yang dapat kita
ambil yaitu seperti kasus Pelanggaran Etika Ketua MK nonaktif Akil Mochtar. Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan memecat Ketua MK nonaktif
Akil Mochtar, Jumat 1 November 2013. Ia diberhentikan secara tidak hormat
karena terbukti melanggar kode etik hakim. Pelanggaran yang dilakukan oleh Akil
tak hanya satu, namun berlipat-lipat. Terkait dengan penahanan ketua MK
nonaktif ini, dikarenakan beberapa pelanggaran etika dan hukum yang dilakukannya.
Pertama terkait dugaan bersalah dalam penyelesaian sengketa Pilkada Banyuasin
di Sumatera Selatan dan sejumlah perselisihan pilkada di daerah lain. Akil juga
diduga menggunakan kewenangannya sebagai hakim untuk membagi perkara antara
panelnya dengan panel lain.Kedua, terkait rekening dan transaksi tak wajar yang
dimiliki Akil. Ketiga, terkait narkotika yang dimiliki Akil. Akil diduga
menyimpan narkotika, yakni tiga lintung ganja utuh dan satu bekas pakai, dua
pil inex ungu dan hijau seperti yang diujaran Harjono. Keempat terkait hobi
Akil yang hobi ke luar negeri yang berdasarkan keterangan saksi, Akil Mochtar
sering pergi ke luar negeri dengan keluarga ajudan dan sopir tanpa
pemberitahuan pada Sekjen MK, termasuk ketika ke Singapura pada 21 September 2012,”
ujar Harjono. Dan Kelima, terkait kepemilikan mobil-mobil mewahnya yang
berdasarkan surat keterangan Ditlantas Polda Metro Jaya kepemiliknanya tidak
terdaftar di Ditlantas. Ada kesan mobil itu dimiliki secara tidak sah. Opini
penulis mengenai kasus Akil ini yaitu Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi sebagai
institusi tertinggi penegakan hukum/kehakiman di negara ini malah melakukan
tindakan yang tercela dimata hukum. Hal ini terkait bagaimana buruknya etika
profesi yang dimiliki dirinya sehingga dengan mudah dapat menerima suap.
Padahal, gaji/pendapatan sebagai ketua MK sudah cukup besar, namun dirinya
masih merasa kurang atas segala yang telah ia terima sebagai ketua MK. Sebagai
ketua Mahkamah Konstitusi seharusnya dapat memberikan pedoman dan pandangan
yang baik terhadap hakim lainnya serta kepada masyarakat bahwa kedudukan hukum
adalah mutlak harus ditegakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar