Definisi BPHTB
BPHTB (Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan) adalah perbuatan atau peristiwa hokum yang mengakibatkan
diperolahnya hak atas tanah dan atau bvagunan oleh orang pribadi atau badan.
Dasar Hukum
Dasar Hukum dari BPHTB adalah UU
No. 20 Tahun 2000.
Subjek BPHTB :
Orang Pribadi atau badan yang
memperoleh hak ats tanah dan atau bangunan.
Objek BPHTB :
Perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan atau
Bangunan meliputi:
1. Pemindahan
Hak karena :
a.
Jual beli
b.
Tukar
menukar
c.
Hibah
d.
Hibah Wasiat, merupakan suatu penetapan wasiat
yang khusus mengenai pemberian hak atas tanahdan atau bangunan kepada orang
pribadi atau badan hokum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia.
e.
Waris
f.
Pemasukan
dalam Perseroan/Badan Hukum lainnya
g.
Pemisahan
Hak yang mengakibatkan peralihan
h.
Penunjukan
pembeli dalam Lelang
i.
Pelaksanaan
putusan Hakim yang mempunyai kekuatan Hukum Tetap
j.
Penggabungan
Usaha
k.
Peleburan
Usaha
l.
Pemekaran
Usaha
m.
Hadiah
2. Pemberian
Hak Baru karena :
a.
Kelanjutan pelepasan hak yaitu, pemberian hak
baru kepada orang pribadi atau badan hokum dari Negara atas tanah yang berasal
dari pelepasan hak.
b.
Diluar pelepasan hak yaitu, pemberian hak baru
atas tanah kepada orang pribadi atau badan hokum dari Negara atau dari pemegang
hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Objek yang tidak
dikenakan BPHTB:
1.
Objek yang diperoleh perwakilan diplomatic
2.
Objek yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan kepentingan umum.
3.
Objek yang diperoleh badan atau perwakilan
organisasi internasiona yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan syarat tidak
menjalankan usaha lain diluar fungsi dan tugasnya.
Tarif BPHTB :
Tarif BPHTB adalh sebesar 5% dari NPOPKP (Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak).
Hak Atas Tanah Sebagai Perolehan Tanah dan Bangunan
Ø Hak
milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
Ø Hak
guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku;
Ø Hak
guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
Ø Hak
pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ø Hak
milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak
atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
Ø Hak
pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan
peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan
atau bekerja sama dengan pihak ketiga.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak (BPHTB) adalah
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal :
- jual beli adalah harga transaksi;
- tukar-menukan adalah nilai pasar;
- hibah adalah nilai pasar;
- hibah wasiat adalah nilai pasar;
- waris adalah nilai pasar;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
- peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
- pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
- pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar;
- penggabungn usaha adalah nilai padar;
- peleburan usaha adalah nilai pasar;
- pemekaran usaha adalah nilai pasar;
- hadiah adalah nilai pasar;
- penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
Apabila NPOP dalam hal 1 s/d 14 diatas
tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan
PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah
NJOP PBB.
Tata Cara Pembayaran
Dasar penetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP) sesuai yang diatur oleh
Undang –undang No. 21 Tahun 1997 adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam jual – beli properti yang dihitung
adalah nilai transaksi, sedangkan dalam kegiatan hukum lainnya (hibah, warisan,
tukar – menukar dan lain – lain) yang menjadi Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Apabila Nilai Perolehan Objek
Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ditetapkan pada tahun terjadinya pemindahan
hak, maka yang digunakan sebagai dasar perhitungan pengenaan pajak adalah Nilai
Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan. Sebaliknya, apabila Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP) lebih besar dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang
digunakan sebagai dasar perhitungan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Perlu
diketahui bahwa kebijakan penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bersifat
regional, artinya setiap pemerintah daerah memiliki kebijakan masing – masing.
Tarif yang ditetapkan
untuk perhitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP) sesuai
dengan yang diatur oleh Undang – undang No. 21 Tahun 1997 adalah 5 % dari Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) atau disebut sebagai Nilai Perolehan Objek Pajak
Kena Pajak (NPOPKP). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
ditetapkan secara regional paling tinggi adalah Rp. 60.000.000,- (Enam Puluh
Juta rupiah), sedangkan untuk perolehan secara waris atau hibah yang diterima
secara pribadi oleh perseorangan yang masih memiliki ikatan darah Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan paling tinggi
sebesar Rp. 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta rupiah). Secara matematis dapat
dirumuskan:
NPOPKP
|
=
|
NPOP – NPOPTKP
|
Nilai BPHTB
|
=
|
5 % x NPOPKP
|
Berikut ini adalah
ilustrasi pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTP):
Pemerintah Kota Bandung
menetapkan NPOPTKP sebesar Rp. 60.000.000,-
Maka BPHTP yang harus
dibayarkan oleh A adalah:
NPOP
|
=
|
Rp. 200.000.000,-
|
NPOPTKP
|
=
|
Rp. 10.000.000,-
|
|
=
|
Rp. 60.000.000,-
|
NPOPKP
|
=
|
NPOP – NPOPTKP
|
|
=
|
Rp. 200.000.000,- – Rp. 60.000.000,-
|
|
=
|
Rp. 140.000.000,-
|
BPHTP Terhutang
|
=
|
5 % x NPOPKP
|
|
=
|
5 % x Rp. 140.000.000,-
|
=
|
Rp. 7.000.000,-
|
Jadi, BPHTP yang
harus dibayarkan oleh A adalah sebesar Rp. 7.000.000,-
CONTOH SOAL
1. Wajib Pajak A membeli sebidang
tanah di Kota Malang seharga Rp. 100 juta, NJOP PBB pada tahun terjadinya
transaksi adalah Rp.95 juta. Jika NJOPTKP kota Malang atas transaksi tersebut
sebesar Rp. 60 juta, maka tentukan BPHTB yang terutang atas perolehan hak
Tersebut !
Jawab :
NPOP
= Rp. 100.000.000
NPOPTKP
= Rp. 60.000.000
NPOPKP
= Rp. 40.000.000
BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x
Tarif
BPHTB = NPOPKP x Tarif
BPHTB
Terhutang = (100.000.000 – 60.000.000) x 5%
=
Rp. 40.000.000 x 5%
= Rp. 2.000.000
2. PERUM
perumnas memperoleh hak pengelolaan atas tanah seluas 10 ha dengan NPOP RP.
1.000.000.000,-. BPHTB adalah :
Jawab :
NPOP
= Rp. 1.000.000.000,-
NPOPTKP
=
60.000.000,-
NPOPKP
= Rp. 940.000.000,-
BPHTB
Terhutang = 5% x Rp. 940.000.000,- = Rp. 47.000.000,-
Wajib pajak
membayarkan BPHTP terhutang tidak berdasarkan pada Surat Ketetapan Pajak (SKP),
melainkan dengan cara melakukan perhitungan mandiri dengan mengisi Surat
Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (SBB). SBB dapat
diperoleh di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di setiap daerah. Pembayaran BPHTP
dapat dilakukan di tempat yang telah ditunjuk, seperti Kantor Pajak, Bank atau
Kantor Pos serta dapat dilakukan tanpa menunggu diterbitkannya SKP. Apabila
wajib pajak tidak melakukan pembayaran BPHTP, maka Dirjen Pajak akan
menerbitkan Surat Ketetapan BPHTP (SKBKB) berserta perhitungan denda sebesar 2
% untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (2 tahun), dihitung mulai saat pajak
terhutang hingga diterbitkannya SKBKB.
Semoga uraian singkat
diatas mengenai pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
(BPHTP) dapat bermanfaat. Ingat Pajak untuk kepentingan bersama!